Kemarin, Rabu, 17 Desember 2008 saya susun soal buat remedial tes fisika kelas X. Sebelum dibagikan ke siswa, seperti biasa saya minta soal tersebut dikoreksi oleh seseorang yang saya percayai keilmuannya, Asisten Fisika, Pa Agus Sahrudin namanya. Saya sangat senang dikoreksi oleh beliau, karena tidak hanya mengoreksi kontennya saja tetapi dari kata, kalimat, satuan dan yang lainnya tak pernah ketinggalan dia koreksi. Ia memang teliti. cocok jadi fisikawan.
Alhamdulillah setelah dikoreksi, secara keseluruhan semuanya OK. Namun, ada satu soal yang mengundang perdebatan, yaitu mengenai pengukuran dan angka penting.
Menurut soal, diketahui sebuah benda diukur oleh Jangka Sorong yang memiliki ketelitian 0,005 cm. Skala utama menunjukkan angka 4 sedangkan skala terkecilnya menunjukkan angka 45 tepat. Dari hasil pengukuran tersebut, maka ditulis (4,0450 ± 0,0025) cm, bukan (4,045 ± 0,0025) cm karena jumlah digitnya harus sama dengan ketidakpastiannya. Permasalahannya adalah angka nol yang ditambahkan di belakang angka 5 tersebut termasuk angka penting atau bukan?.
Saya bersikukuh bahwa angka nol tersebut adalah angka penting dikarenakan angka tersebut merupakan angka taksiran, namun beliau bersikukuh bahwa itu bukan angka penting, karena angka taksirannya adalah angka 5 bukan angka nol, adapun angka nol tersebut merupakan tambahan supaya penulisannya benar.
Setelah berdiskusi cukup alot dengan argumennya masing-masing, kami menghentikan diskusi dikarenakan ada pekerjaan lain yang berbeda di tempat yang berbeda.
Kemudian, saya coba bertanya kepada para guru fisika senior yang ada di lingkungan sekolah. Namun, tetap belum ada yang memuaskan bagi saya. Salah seorang guru menyebut bahwa angka nol tersebut adalah angka penting karena termasuk hasil pengukuran. Guru lainnya angkat tangan dan akan belajar lagi tentang itu.
Setelah belum menemukan jawaban yang cukup memuaskan, Saya teringat Mas Febdian di www. febdian.net. dan saya menanyakan kepada beliau mengenai konsep angka penting.
Berikut tulisan beliau sebagai respon dari pertanyaan saya. (Jazakallah)
Angka penting, atau significant figure, adalah sejenis konvensi, atau perjanjian, penulisan bilangan hasil dari pengukuran. Konvensi ini menjadi penting dalam sains (tidak hanya Fisika) karena salah satu ciri dari sains adalah dapat diukur.
Lantas, kenapa angka penting diberikan dalam pelajaran Fisika? Ini mungkin karena dalam sejarahnya Fisika adalah ilmu yang langsung berkenaan dengan pengukuran (measurement), sedikit berbeda dengan saudara tuanya astronomi dan kimia yang berlandaskan pada pengamatan (observation).
Setiap pengukuran menghasilkan dua angka: angka pasti dan angka takpasti. Angka pasti adalah angka yang diberikan oleh alat ukur sesuai dengan ketelitiannya (biasa disebut dengan nilai skala terkecil, nst). Angka takpasti — dalam ilmu pengukuran disebut error atau uncertainty — adalah ketidakpastian karena keterbatasan alat ukur. Tidak ada dan tidak mungkin ada di dunia ini ada alat ukur yang tidak memiliki keterbatasan. Oleh karena itu, setiap pengukuran harus menghasilkan ketidakpastian.
Derajat ketidakpastian tergambar dalam jumlah digit yang kita pakai dalam penulisan hasil pengukuran. Misalnya, kita nyatakan panjang sebuah pensil adalah 2,0 cm, yang kita maksudkan adalah panjang pensil itu di antara 1,95 dan 2,05 cm. Jika kita ingin menyatakan panjangpensil itu adalah 2,00 cm, maka yang kita maksud adalah panjang pensil itu di antara 1,995 dan 2,005 cm.
Pada kasus pertama, panjang pensil 2,0 cm, terdapat dua angka pasti dipakai untuk mendeskripsikan panjang pensil. Sedangkan pada kasus ke dua, panjang pensil 2,00 cm, terdapat tiga angka pasti. Jika kita menyatakan luas sehelai bidang adalah 5003 cm2, kita menggunakan empat angka pasti, di mana luas bidang itu sesungguhnya berada di antara 5002,5 dan 5003,5 cm2.
Dengan teknik tertentu, kita dapat mengukur massa planet Bumi. Hasilnya adalah 5.980.000.000.000.000.000.000.000 kg. Apakah angka pastinya 25 buah? Tentu saja kita tidak memiliki alat ukur massa dengan ketelitian begitu tinggi. Dari penulisan di atas, dapat kita simpulkan alat ukur kita memberikan tiga angka pertama, sisanya adalah ketidakpastian! Sehingga, massa planet Bumi kita tulis dalam notasi ilmiah,
.
Begitu juga saat mengukur massa sebuah debu, misalnya 0,00043 g. Angka pasti yang dipakai adalah dua buah, yaitu 4 dan 3. Penulisan dengan notasi ilmiah memberikan angka 4,3 x 10-4 g. Hanya perlu diingat, kalau ternyata kita tahu persis angka pasti hasil pengukuran adalah 1, maka kita tulis massanya adalah 4 x 10-4 g — dengan cara yang sama untuk massa planet Bumi adalah 6,0 x 1024 kg untuk pengukuran yang menghasilkan dua buah angka pasti.
Angka nol memang selalu memberikan masalah dalam penentuan angka pasti, tapi jika kita memahami prinsip angka pasti dari filosofi pengukuran tidak akan ditemui masalah. Angka pasti terkait dengan ketelitian alat ukur kita. Tapi, jika ingin jalan pintas, aman untuk mengatakan:
- Semua angka bukan nol adalah angka pasti.
- Angka nol yang terletak di antara angka bukan nol adalah angka pasti.
- Angka nol yang terletak di belakang atau di depan angka bukan nol, harus merujuk pada alat ukurnya.
Semoga Bung Agus Rustandi puas dengan tulisan ini.
Bahan pengayaan
Pada contoh-contoh pengukuran panjang pensil di atas, rentang ± 0,5 cm adalah ketidakpastian pengukuran. Perjanjian dalam ilmu pengukuran adalah rentang ketidakpastian adalah sama dengan setengah dari nst alat ukur tersebut — sehingga nst alat ukur yang kita pakai adalah 1 cm.
Konvensi penulisan hasil pengukuran, , dinyatakan sebagai
,
di mana adalah nilai rata-rata pengukuran dan adalah ketidakpastian. Pada pengkuran yang dilakukan berulang antara 3 sampai dengan 29 kali, adalah sama dengan ½ nst, sedangkan pengukuran berulang lebih dari 30 kali, adalah simpangan baku (atau standard deviation) dari distribusi hasil pengukuran — ini sudah masuk ranah statistik.
Jumlah digit harus sama dengan jumlah digit . Penulisan 5,0 ± 0,05 adalah salah; yang benar adalah 5,00 ± 0,05 atau 5,0 ± 0,1. Pada 5,00 ± 0,05, ada dua buah angka pasti, yaitu 5 dan 0; 0 terakir adalah angka takpasti yang memiliki rentang ± 0,05.
sampai di sini tulisan beliau.
Dari peristiwa ini ada beberapa hikmah yang bisa saya ambil sebagai pelajaran, diantaranya:
1. Jangan pernah merasa puas dengan ilmu yang sudah kita miliki.
2. Menuntut ilmu adalah keharusan hingga akhir hayat.
Semoga kita tidak merasa cukup dengan ilmu yang kita miliki saat ini. Benar sekali Sabda Nabi Muhammad SAW bahwa menuntut ilmu itu adalah wajib bagi muslim laki-laki maupun perempuan mulai dari kecil hingga akhir hayat kita.